DUMAI, iNewsDumai.Id - Presiden Jokowi menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10% untuk 2023 dan 2024. Tingginya beban cukai membuat keuntungan perusahaan rokok pun menurun.
Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selalu jauh di atas angka inflasi sehingga mempengaruhi secara signifikan kinerja keuangan perseroan di industri yang padat karya ini. Hal ini terlihat pada anjloknya profitabilitas setidaknya dua emiten rokok, GGRM dan HMSP.
Penurunan laba terjadi pada emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Perseroan mengalami penyusutan laba hingga 63,92% secara tahunan menjadi Rp1,49 triliun per September 2022.
Padahal pada periode yang sama tahun lalu, GGRM berhasil meraup Rp4,13 triliun. Penyebab penurunan laba GGRM utamanya adalah kenaikan biaya pokok penjualan, di mana cukai dan pajak termasuk beban terbesar di dalamnya, sebesar 5,58%.
Direktur Gudang Garam Heru Budiman mengungkap, kenaikan cukai tidak diikuti dengan kenaikan harga rokok. Imbas kenaikan cukai rokok justru berpengaruh pada daya beli masyarakat.
“Profit tidak akan turun jika cukai langsung diteruskan ke konsumen, tetapi di sisi konsumen menyebabkan downtrading di mana perokok mencari rokok yang harganya lebih murah,” ujarnya, Jumat (4/11/2022).
Sementara itu, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) mencatat penurunan laba bersih sebesar 11,7% di menjadi Rp4,9 triliun per September 2022. Angka ini jauh dari profitabilitas pada periode sama pada 2019 sebelum pandemi COVID-19 yakni Rp10,20 triliun.
Senada dengan GGRM, beban cukai yang semakin tinggi di tengah melemahnya daya beli menjadi penyebab utama penurunan kinerja HMSP.
Presiden Direktur HMSP Vassilis Gkatzelis mengatakan pihaknya tidak dapat meneruskan sepenuhnya beban cukai yang meningkat kepada konsumen, apalagi di saat terjadi pelemahan daya beli perokok dewasa yang ditandai dengan downtrading.
Menurutnya kebijakan fiskal merupakan salah satu kunci untuk memastikan keberlanjutan usaha dan investasi pelaku industri rokok golongan I.
Editor : Kholid Hidayat