DUMAI, iNewsDumai.Id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat 2 pekan terakhir terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. Hal ini juga disertai meningkatnya jumlah kejadian bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem, seperti banjir dan genangan yang merusak bangunan serta mengganggu transportasi.
Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, hujan masih sering terjadi.
Prakirawan BMKG Kania Mustikawati menjelaskan, sebagai negara kepulauan yang terletak di ekuator serta diapit dua benua besar dan dua samudra luas, pola hujan di wilayah Indonesia sangat dipengaruhi kondisi geografis.
“Tak heran ada bagian wilayah Indonesia yang sedang kemarau dan lama tidak hujan, namun di wilayah lainnya justru sedang banyak hujan bahkan tingginya intensitas curah hujan yang memicu bencana hidrometeorologi,” kata Kania dalam keterangannya, dikutip Senin (10/7/2023).
Secara umum, ia menjelaskan, BMKG membagi pola hujan di berbagai wilayah Indonesia menjadi 3 pola hujan, yaitu ekuatorial atau tropis yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dengan tidak ada musim kemarau yang kentara.
“Kemudian pola hujan monsunal yang terlihat pergantian antara musim hujan dan musim kemarau yang jelas,” ucapnya.
Terakhir, pola hujan lokal yang dicirikan dengan besarnya pengaruh kondisi lingkungan fisik setempat seperti bentang perairan atau lautan pegunungan yang tinggi serta pemanasan lokal yang intensif. Pola ini hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam waktu satu tahun. Ini berkebalikan dengan pola hujan monsunal.
“Sehingga pada Juni-Juli seperti sekarang pola hujan tipe monsun berada pada periode musim kemarau sedangkan pada tipe ekuatorial dan lokal pada Juni ini dapat dikatakan berada pada periode musim hujan,” ucap Kania.
Lalu, wilayah dengan pola hujan tipe monsun saat ini berada pada periode musim kemarau, tapi bukan berarti tidak ada potensi hujan.
Kania menjelaskan, musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali karena musim kemarau dapat dipahami sebagai kondisi saat curah hujan pada suatu periode lebih rendah dibandingkan periode lainnya.
“Sebagai contoh untuk tipe monsun periode Juni, Juli, Agustus memiliki curah hujan yang lebih rendah dibandingkan periode lainnya. Selama musim kemarau curah hujan cenderung berkurang dan terjadi periode yang lebih panjang hari tanpa hujan yang signifikan,” katanya.
Meskipun ada periode kering yang lebih lama, kata Kania, tetap ada potensi hujan selama musim kemarau meskipun curah hujan biasanya lebih ringan dibandingkan dengan musim hujan.
“Faktor-faktor seperti pengaruh angin muson pola sirkulasi atmosfer dan variabilitas iklim regional dapat mempengaruhi pola hujan selama musim kemarau di berbagai wilayah di Indonesia,” tuturnya.
Kenapa terjadi peningkatan curah hujan pada dua pekan terakhir khususnya di wilayah pola hujan monsunal di Indonesia?
Kania mengatakan jika cuaca dan iklim di wilayah Indonesia itu dipicu oleh berbagai faktor dinamika atmosfer mulai dari skala global sehingga regional dan lokal.
Analisis BMKG menunjukkan hingga awal Juli ini beberapa faktor dinamika atmosfer skala regional hingga lokal berperan cukup signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan sehingga menyebabkan kenapa dalam dua pekan ini masih terjadi potensi hujan di beberapa wilayah dan bahkan dalam beberapa hari ke depan.
“Beberapa faktor dinamika atmosfer tersebut antara lain yang pertama adanya aktivitas gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial di sekitar wilayah Indonesia yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan yang kedua terjadinya pola belokan dan perlambatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian utara yang dipicu oleh adanya pola sirkulasi di sekitar Laut Cina Selatan dan utara Sulawesi. Kondisi ini dapat turut memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan,” tuturnya.
Editor : Kholid Hidayat